Minggu, 29 April 2012

Sil-silah Syattariyah Jawa Tengah

Silsilah Tarekat Syattariyah Sebagaimana tarekat pada umumnya, tarekat Syattariyah memiliki sanad atau silsilah para wasilahnya yang bersambungan sampai kepada Rasulullah SAW.
Pengikut Syattariyah meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW, atas petunjuk Allah SWT, menunjuk Ali bin Abi Thalib untuk mewakilinya dalam melanjutkan fungsinya sebagai Ahl adz-dzikr, tugas dan fungsi kerasulannya. Kemudian Ali menyerahkan risalahnya sebagai Ahl adz-dzikir kepada putranya, Hasan bin Ali, dan demikian seterusnya sampai sekarang. Pelimpahan hak dan wewenang (wasilah/guru penerus) ini tidak selalu didasarkan atas garis keturunan, tetapi lebih didasarkan pada keyakinan atas dasar kehendak Allah SWT yang isyaratnya biasanya diterima oleh sang wasilah (yang masih hidup maupun Wasilah yang akan menggantikannya) jauh sebelum melakukan pelimpahan, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW sebelum melimpahkan kepada Ali bin Abi Thalib.

Berikut sebagian sanad Tarekat Syattariyah yang dibawa oleh para mursyid atau wasilahnya di Indonesia, khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah:

1. Rabbul Izzati Jalla Jallaluhu Subhanahu Wa Taala
2. Al-Amin Jibrail Shahibul Wahyi
3. Saiyyidul Kaunain Wa Jaddul Hasanain Nabi Muhammad SAW
4. Imamul Masyriq Wal maghrib Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib, kepada
5. Ahadu Ruhaniyatir Rasul Ibnu Fatimah Al-Imam al-Husein bin Ali asy-Syahid, kepada
6. Imamul Muttaqin Wa Qudwatul Auliya' Allah As-Salihin Al-Imam Zainal Abidin, kepada
7. Ruhaniyah Al-Imam Muhammad Baqir, kepada
8. Ruhaniyah Al-Imam Imam Ja'far Syidiq, kepada
9. Ruhaniyah Sulthanul 'Arifin Abu Yazid al-Busthami, kepada
10. Al-'Arif Billah Syekh Muhammad Al-Maghribi, kepada
11. Quthubul Autad Syekh Arabi al-Asyiqi, kepada
12. Jami'ul Autad Maulana Rumi ath-Thusi (Syeikh Abil Muzhaffar Tarkut Thusi,kepada
13. Qutb Abu Hasan al-Hirqani, kepada
14. Syekh Hud Qaliyyu Marawan Nahar, kepada
15. Syekh Muhammad Asyiq, kepada Syekh
16. Muhammad Arif, kepada
17. Syekh Abdullah asy-Syattar (Imam qodil Qudah Burhanudin El Mula Abdullah Asy Syatari, kepada
18. Syeikhul Masyayikh Al'Allamu Syeikh Qadhi As-Syathari
19. Qudwatul Auliya' Al'Arifin Syekh Hidayatullah Saramat Sirru Mista, kepada
20. Quthubul aqthab Wa Ghautsul Autad Syeikh Haji Hushrur/ Kharij Hudhuri, kepada
21. Gautsul Jami'i Saiyiduna Muhammad Bin Khathiruddin Al-Ghauts, kepada
22. Imamul Quddam Wa 'Ulamaul 'Alam Saiyiduna Wajihudin Al'Alawi Al-Qujarati, kepada
23. Sultanul 'Arifin Sayyidi Sibghatullah bin Ruhullah, kepada
24. Syekh Ibnu Mawahib Abdullah Ibnu Ahmad At-tanawi Thaiyibullah Tsarahu, kepada
25. SQuthbul Madar Wa Qudrotul Muqorrobin Syekh Ahmad Al-Qusyasyi, kepada
26. Syekh Abdul Rauf Singkel bin Ali Fansuri, kepada
27. Syekh Abdul Muhyi (Safarwadi, Tasikmalaya), kepada
28. Kiai Mas Bagus (Kiai Abdullah bin Yusuf Mugosari) di Safarwadi, kepada
29. Panembahan Pemlaten (sunan Gunung Jati), kepada
30. Raden Margono Sahid (Sunan Kalijaga), kepada
31. Pangeran Cinde Amoh/ Syeikh Sebad Kingkin (sepet Aking)
32. Ki Ageng Rendeng Empu Guno Sentiko (Maospati)
33. Kiai Ageng Aliman Sumoroto(Pacitan), kepada
34. Kiai Ageng Ahmadiya (Pacitan), kepada
35. Kiai Haji Abdurrahman (Tegalreja, Magetan), kepada
36. Nyai Ageng Hardjo Besari Tegalrejo, kepada
37. Kiai Hasan Ulama (Takeran, Magetan), kepada
38. Kiai Imam Mursyid Muttaqin (Takeran), kepada
39. Kiai Muhammad Kusnun Malibari (Tanjunganom, Nganjuk) dan kepada
40. KH Muhammad Munawar Affandi (Nganjuk).

Jateng
dari Guru ke 36 Nyai Ageng Hardjo Besari Tegalrejo, kepada
37. Kyai Abdurrahman Sarimuh Bogem
38. Kyai Cipto Prawiro (Mangkubumen Solo)
39. Kyai Noto Shendro (Kebon Dalem Grobogan) kepada
40. Syekh Romo Kyai Suwardi (grobogan, 1965-1970) kepada
41. Syekh Romo Kyai Muhammad Kasran (Grobogan 1970-2001) dan Kepada
42. Syekh Romo Kyai Haji Muhammad Nur warji (2001-Sekarang)Ds. Banyurip, Suru, Geyer, Grobogan.

Ajaran dzikir Syattariyah

Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek dzikir di dalam ajarannya. Tiga kelompok yang disebut di atas, masing-masing memiliki metode berdzikir dan bermeditasi untuk mencapai intuisi ketuhanan, penghayatan, dan kedekatan kepada Allah SWT. Kaum Akhyar melakukannya dengan menjalani shalat dan puasa, membaca al-Qur'an, melaksanakan haji, dan berjihad. Kaum Abrar menyibukkan diri dengan latihan-latihan kehidupan asketisme atau zuhud yang keras, latihan ketahanan menderita, menghindari kejahatan, dan berusaha selalu mensucikan hati. Sedang kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali. Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah SWT.

Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai pelataran atau tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai ke Allah dapat selamat dengan mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir Utama yaitu sebagai berikut:
1. Dzikir Nafi Isbat, Laa ilaha illallah yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah. yang disimbolkan dalambentuk huruf lam-alif
2. Dzikir itsbat, yaitu dzikir dengan itsbat-nya, illallah, yang diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan ke dalam hati sanubari.
3. Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.
4. Dzikir Zuhud Kasroh Bi Wahdah, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.
5. Dzikir Zuhud Wahdah Bi Kasroh, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Ilahi.
6. Dzikir Isaroh, yaitu dzikir Hu,....., Hu ..., Hu .... (..... adalah zikir siri yang hanya diberikan oleh Guru Wasilah saat Baiat) dengan mata dipejamkan dan nafas ditarik dari bawah pusar, menuju ke baitul makmur.
7. Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu (diam) zikir dengan mulut terkatup, lidah menekan langit-langit dengan mata dipejamkan ditujukan pada puncak gunung tursina (tengah antar kedua alis). yaitu perpaduan HU dan siri

Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat al-Mukminun ayat 17: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)". Adapun ketujuh macam nafsu yang harus ditunggangi tersebut, sebagai berikut:

Nafsu Ammarah, letaknya di dada sebelah kiri. Nafsu ini memiliki sifat-sifat berikut:
Senang berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong, pemarah, dan gelap, tidak mengetahui Tuhannya.
Nafsu Lawwamah, letaknya dua jari di bawah susu kiri. Sifat-sifat nafsu ini: enggan, acuh, pamer, 'ujub, ghibah, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
Nafsu Mulhimah, letaknya dua jari dari tengah dada ke arah susu kanan. Sifat-sifatnya: dermawan, sederhana, qana'ah, belas kasih, lemah lembut, tawadlu, tobat, sabar, dan tahan menghadapi segala kesulitan.
Nafsu Muthmainnah, letaknya dua jari dari tengah-tengah dada ke arah susu kiri. Sifat-sifatnya: senang bersedekah, tawakkal, senang ibadah, syukur, ridla, dan takut kepada Allah SWT.
Nafsu Radhiyah, letaknya di seluruh jasad. Sifat-sifatnya: zuhud, wara', riyadlah, dan menepati janji.
Nafsu Mardliyah, letaknya dua jari ke tengah dada. Sifat-sifatnya: berakhlak mulia, bersih dari segala dosa, rela menghilangkan kegelapan makhluk.
Nafsu Kamilah, letaknya di kedalaman dada yang paling dalam. Sifat-sifatnya: ainul wujud, ainul yaqin, dan haqqul yaqin.

ajaran zikir Syattariyah secara global adalah zikir yang selalu dibawa dalam setiap nafas, karena nafas adalah tasbih yang akan putus saat kematian menjemputnya. Dengan harapan bahwa hidup yang selalu dihiasi Zikrullah maka semua aspek dalam diri dan kepada lingkungan akan selalu berpedoman kepada hal kebaikan dan kemaslahatan umat manusia tanpa membedakan suku, agama, budaya dan ras.

(sumber sufinews.com dan buku pedoman jamaah Syattariyah)